2 Masa

This is so private. Don't read if you think its too melancholic. You know me so well.
But I personally wrote this in purpose. To relieve, to heal my self. Maybe, you will learn something from it too.

Aku memiliki orang orang yang sangat penting di hidupku. Aku bukan siapa siapa tanpa mereka. Dan aku yakin, orang lain pasti juga memiliki orang penting yg seperti ini. Aku sangat menyayangi mereka. Mereka adalah yg nomor satu dalam hidupku. Mereka adalah prioritasku dalam hal apapun.

Tapi suatu ketika, sikap mereka kepadaku berubah, semakin keras padaku. Aku mencoba untuk menuruti mereka, melakukan yang terbaik. Tetapi ternyata semua isahaku ini tak ada artinya bagi mereka. Terus saja mereka tak menghargai aku. Bertahun tahun aku harus menerima kata kata menyakitkan sepanjang hari. Aku sempat merasa kesal dengan sikap mereka. Tapi aku tak bisa tak mematuhi mereka.

Dengan pemikiranku yang polos kala itu, aku merasa sakit hati. Aku selalu merasa dianaktirikan dari yang lain. Aku mencoba supaya aku bisa menjadi anak yg lebih daripada yg lain. Tapi sama sekali tak ada artinya bagi mereka. Aku sering, sangat sering berandai andai bila aku menjadi orang lain. Berkhayal jika aku bisa brrtukar posisi dengan teman temanku yg lebih beruntung daripada aku. Yg mendapat kesih sayang yg cukup. Yang mendapat perhatian. Yang menjadi kebanggaan dalam apapun keadaan mereka. Aku sering berkhayal seperti itu.

Aku orang yg cukup sensitif. Mudah sekali aku merasa sakit hati. Mudah sekali aku diam diam menangis di kamar mandi. Tapi aku tak pernah suka bila orang lain tau aku sedang bersedih. Semua perasaan sakitku kusimpan sendirian. Bahkan aku sangat tidak iingin menritakannya bahkan kepada sahabatku sendiri yg sudah seperti saudara bagiku. Karna aku tahu bahwa ini tak akan merubah apapun. Dan aku tak ingin menjelekan orang orang yg penting bagiku ini di hadapan orang lain, apalagi di hadapan sahabatku. Aku tak tega.

Setiap kali aku ingin bercerita, aku selalu berusaha merangkai kata2, berusaha menjelaskan keadaanku yg sebenarnya. Tapi yg terjadi tidak pernah seperti itu. Aku tak sanggup utk menceritakan yg sebenarnya. Aku tak tega.

Jujur sekarang aku juga sedang dalam keadaan yg kacau. Karna baru tadi pagi orang yg penting itu marah besar terhadapku. Marah karena sikapku. Sedangkan akhir akhir ini aku sedang tidak enak hati. Aku sedang banyak pikiran. Banyak sekali masalah dalam hiduoku. Aku sangat stres. Dan aku tidak punya tekoat untuk berbagi cerita.

Aku tau aku emang banyak kekurangan. Aku tau orang itu marah karna aku tak menuruti perkataannya. Tentu karna dia tidak selalu bersamaku. Dan dia tidak melihat semua kegiatanku. Dan dia juga tidak pernah menerima pendapatku. Tentu dan pastinya dia tidak  akan melihatku melakukan semua perintahnya.

Andai saja dia tau. Bahwa aku relah melakukan semua itu saat dia sedang pergi. Bahwa saat dia tidak menyuruh pun aku sudah melakukannya. Aku tidak ingin sombong dan memperlihatkan semua pekerjaanku di depannya. Tapi saat adikku sakit aku yg berusaha menggantikan perannya, aku yg merawat adikku. Dan baru mengabarinya saat ia sudah akan pulang karena aku tidak ingin ia merasa cemas karna aku tau dia orang yg sibuk, dan sedang banyak proyek.

Tadi pagi dia mengataiku bahwa aku ini sudah sok merasa pintar karna susah diterima di fakultas kedokteran, bilang aku aku merasa bahwa ini cuma karna usahaku sendiri. Hal ini sangat tidak benar. Bahkan aku saja meraaa takut bila tidak bisa bersaing bersama kawan kawan baruku nanti. Aku meraaa minder dan rendah diri. Diterima di fk saja sudah merupakan keajaiban Tuhan untukku. Aku tidak percaya jni bisa terjadi. Dan aku juga sudah berjuang sekuat tenaga. Berusaha mati2an. Belajar aiang dan malam. Mengabaikaan godaan teman teman. Memendan tekanan batin. Berdoa siang malam. Menjaga hawa nafsu dan kesabaran. Juga ketekunan. Aku sama sekali tidak merasa sok pinter atau merasa bahwa ini semua cuma karna usahaku sendiri.

Aku tau kalo biaya kuliahku juga beaar. Awalnya aku senang bukan main saat awal pengumuman ukt aku dapat ukt 1 juta, tapi di lain waktu, saat aku cek ulang ternyata ukt ku beribah jadi 17,5 juta. Aku sangat syok. Aku sedih banget. Aku tau keluargaku ini bukan keluarga kaya, kami sederhana. Dan ukt seperti itu sangat tinggi bagi kami. Aku berharap kalo ukt ku bisa turun. Aku bahkan gak minta uang jajan selama liburan ini agar aku bisa sedikit meringankan ortu. Sampai uang tabunganku selama ini bener bener habis. Sebenernya liburan ini aku sering dapat ajakan dari temen untuk main, jalan jalan lah, ke bioskop lah, ke pantai lah, kemah lah, naik gunung lah. Tapi aku gak bisa ikut itu semua lagi karna aku gak punya uang. Dan aku ga mau minta uang ke ortu lagi untuk hal hal semacam itu di saat saat kayak gini. Buat acara promnight besok aku beli baju pas pasan dengan dengan sisa uangku. Pas banget uangnya karna cuma kembali 4 ribu rupiah. Karna acara promnight itu ada dress code nya. Jadi semua orng yg datang ke pesta itu harua pake baju dengan warna black brown kopi susu. Sebenernya sebelumnya aku udah ngrancang gaun. Pingin njahitin. Tapi aku gak punya biaya lagi. Ya sudahlah apa adanya.  pokoknya aku udah berusaha hemat sehemat nhematnya.

Saat acara wisuda kemarin semua siswa pake adat jawa. Awalnya aku bingung karna mesti nyewa kebaya mesti sanggulan ke salon trus make up di salon gitu. Tapi waktu itu aku ke klaten sendirian dan nggak dikasih uang saku karna ortu masih pada kerja saat aku berangkat ke klaten. Aku mikir buat wisuda ini pasti butuh uang paling gak 150 ribu buat sewa kebaya ama make up. Tpi klo uangku tak buat sewa, aku pasto gak bisa beli baju buat promnight. Duh bingung banget.

Aku curhat sama sahabatku. Aku panggil dia nak dan dia panggil aku bunda. Kita udah kayak saudara. Dan aku kayak udah jadi bagian dari keluarganya. Setiap hari aku selalu ke rumahnya. Berangkat dan pulang sekolah bareng. Kemana mana bareng. Aku sering ke rumahnya sampe malem malem buat ngerjain tugas dan sering juga aku nginep di rumahnya. Kita sering masak bareng, main bareng, belanja bareng. Pokoknya dia sudah seperti saudaraku sendiri. Karna sering main ke rumahnya, aku jadi sering ketemu ibu mamah papah dan adik laki lakinya. Bahkan sering uga ketemu aama om tante dan sepupunya. Aku juga pernah pergi makan malam bareng di luar sama mereka. Minum susu segar di pinggir jalan dan lain sebagainya.

Di sore itu, habis main ke sekolah bareng buat ambil toga, aku cerita sama temenku ini klo aku bingung banget. Harus sewa baju dimana. Besok make upnya gimana buat wisuda. Awalnya dia nyaranin aku biar cari salon salon di sekitarku. Trus aku cerita lagi, klo aku lagi ga ada uang. Aku lagi pengen hemat banget. Pada akhirnya, temenku menawarin aku, gimana klo aku pake kebayanya dia aja. Soalnya dia punya beberapa kebaya di rumahnya. Itu milik keluarganya sih. Tapi dia baik banget mau nawarin aku. Aku mau banget.  Setelah kupikir pikir ini bisa sangat menghemat uang. Trus aku bongung soal make up. Aku mikir lagi. Aku pun bolang sama dia. Gimana klo misalnya besok aku make up di rumahmu aja? Jadi aku ngimep di rimahmu malam ini?
Aku bilang kayak gitu soalnya temenku ini sebenernya adalah seorang "artis". Udah sering pake make up. Jadi di apasti bisa bantu aku. Dan temenku dengan seneng hati mengiyakan permintaanku. Aku seneng banget punya temen kayak dia.

Keesokan harinya aku berangkat bareng dia dan ortunya ke skolah naik mobil. Di wisuda ini aku sebenernya juga ngga yakin kalau orang tuaku bakal datang, meskipun aku sudah beberapa kali mengingatkan mereka sebelumnya.
Yay, akhirnya tibalah saat acara wisuda. Sebelumnya aku ke kelas dulu, kumpul sama teman-temanku. Sejujurnya, aku sering cemburu sama teman-temanku, sama mas mba yang lulusnya bareng aku. Begitu hepi dan semangatnya mereka di hari itu, dengan orang tua mereka yang hadir dengan penuh kebanggaan anaknya lulus dari sma terfavorit di kota itu. Sedangkan jantungku masih terus berdebar-debar, menunggu akankah ada perwakilan keluargaku yang akan datang.

Semua wisudawan wisudawati maju satu persatu ke podium saat dibacakan namanya, untuk menerima berkas ijazah di berjabat tangan dengan kepala sekolah. Aku juga maju, sangat deg-degan rasanya, dilihat oleh semua orang. Lalu, aku duduk kembali. Beberapa waktu kemudian, saat acara hampir selesai akhirnya ada seseorang yang datang. Ya, itu papahku, dengan seragam PNS nya datang dan menjulurkan tangannya kepadaku. Aku kaget, lalu aku segera salim ke papah. Kayaknya papah baru datang, dan dia liat saat aku maju ke podium tadi, jadi tau dimana kursiku. Tapi saat itu papah bilang mau pulang dulu, bahkan aku belom sempat mengobrol apapun, dan sekarang aku sendiri lagi.

Hingga, berakhirlah acara wisuda itu..

Semua orang bergembira. Anak dan ortu segera saling menghampiri satu sama lain. Mereka berkumpul dan berfoto-foto bersama keluarganya. Begitulah juga yang dirasakan sahabatku.
Kurasa hanya aku seorang yang bagai anak hilang ditelan bumi. Tak tau harus kemana dan berbuat apa.
Berfoto sendiri dengan simpul senyum palsu di depan pohon besar, itu pun hasil mengganggu momen kebersamaan keluarganya sahabatku.

Aku sangat ingin menangis. Tapi siapa yang menangis sedih di hari wisudanya?

Karena malam sebelum wisuda aku menginap di rumah sahabatku, aku pulang dari wisuda pun harus bersama sahabatku juga, karena barang2ku masih banyak di rumahnya. Dan tentu aku ingin merayakan momen itu bersamanya.

Tapi setelah acara selesai, sahabatku tidak langsung pulang. seluruh isi rumahnya, papah, mamah, ibuk, dan adiknya turut datang ke wisudanya. lalu mereka berfoto-foto bersama di banyak tempat di sekolah ku. berkali-kali. dan aku mengikuti mereka kemanapun mereka pergi. Sesekali merea memotret ku. Sesekali aku hanya menunggu di pojokan.

Sungguh, memutuskan untuk kembali melanjutkan menulis kisah ini membuatku teringat kembali akan masa-masa itu, yang mana telah kucoba untuk kupendam seumur hidupku. Karena mengingatnya hanya menyisakan sakit di hati. Sebelumnya aku bahkan tak sekalipun mengingat hal itu lagi.

Dan sepertinya, mencoba melupakan hal hal buruk di masa lalu tidak semudah itu. Kenangan-kenangan manis pun seakan ikut lenyap bersamanya. Dua hal yang tak bias dipisahkan memang. Bila salah satu dilupakan pasti akan mengganggu memori yang satunya lagi.
Pun dengan kemampuan mengingatku yang sekarang sudah sangat turun drastis semenjak aku beranjak remaja dan dewasa.
Rasanya kosong. Rasanya seperti aku tak memiliki kenangan di waktu lalu. hari-terasa berlalu begitu saja.

Sebenarnya tulisan ini aku tulis beberapa tahun silam, di suatu hari yang sangat-sangat terasa buruk bagiku. Hari yang sangat mematahakan harapanku untuk meneruskan hidup. Tak sampai hati aku untuk mengutarakannya. Tak kuat pun tak tega meneruskan. Sehingga terhentilah tulisan ini hanya sebagai draf yang belum pernah terlanjutkan.

Namun, hari ini, 20 Maret 2018 ku teringat. Dan aku merasa bahwa diriku sudah berubah kali ini. Sudah begitu banyak lika liku dan naik turun kehidupan yang aku alami. Sehingga aku merasa lebih berani untuk meneruskan tulisan ini. Terkhusus, pada hari ini, aku sedang mengalami fase yang down dalam mentalku, membuatku semakin ingin melepaskan penatku dengan bercerita.
Mungkin tidak semua akan kuceritakan pada hari ini atau di sini. Tetapi setidaknya aku ingin Ending yang lebih baik untuk tulisan ini, daripada draf yang sbelumnya kutulis dulu.

Ya, karena manusia berubah, fisik, psikis, dan hatinya.

Hal yang sangat sulit untuk kulakukan saat itu adalah untuk memaafkan. Mungkin hal ini tak akan logis bagi beberapa orang. Malahan mungkin mereka akan beranggapan kalau aku bahkan tak punya hak untuk menentukan apakah aku memaafkan mereka atau tidak, mungkin bagi mereka aku lah yang seharusnya menerima dan meminta maaf.

Aku akui bahwa aku memang harus meminta maaf atas kesalahanku, dan aku menyadarinya.
Tapi apa yang mereka lakukan kepadaku pun juga sangat menyakitiku. Aku kehilangan hidup, masa kecilku, kebahagiaanku, aku tak bisa menerima kepenuhan kasih sama seperti yang orang lain terima.
Hal ini membuatku jauh dan semakin jauh dari mereka.
Dan seperti tak ada niatan yang mereka lakukan untuk mendapatkanku kembali. Tak ada penjelasan, tak ada simpati. Yang ada hanyalah terus membuatku cemburu oleh karena mereka begitu menyayangi, mencium-cium, memeluk anak lain di depanku. Bahkan disaat aku tertekan dan sendirian.

Aku pun merubah mindsetku secara perlahan dan progresif, secara sadar tidak sadar, bahwa aku harus mandiri, aku harus bisa hidup tanpa mereka, aku harus membuktikan bahwa tanpa mereka pun aku bisa survive. Namun tak jarang pula aku ingin segera mengakiri semua ini, berhenti hidup, berhenti bahagia, agar mereka merasakan penyesalannya yang tak akan pernah terobati. begitu besarnya aku ingin merasa mereka tersakiti kala itu, sama seperti rasa sakit yang aku alami selama ini.

Aku ingat sekali, 17 Agustus 2015, hari pertama aku pindah ke Solo untuk kuliah, adalah hari yang sangat penuh air mata untukku. Hari dimana aku merasa telah gagal menjadi seorang anak, gagal untuk hidup. Hari itu ibuku marah besar, hingga menangis dan melempar barang, dengan alasan aku tak memberitahu kalo aku akan mulai nge kos di Solo.
Mana mungkin? pura-pura tak tahu? atau tak ingin tahu?
Papah sudah tau dan pasti papah juga memberi tahu.
Dan mamah juga tidak pernah menanyakan hal itu padaku. komunikasi kami sangat buruk.

Di hari itu pula pertama kalinya aku menangis sejadi-jadinya dihadapan kakak dan adikku. Dan pertama kalinya kakakku mengusap-usap punggungku dan menenangkanku, "gapapa, mamah cuma salah paham," katanya.

Ya aku menyadari juga bahwa itu adalah kesalahku juga.
Biar saja semua kesalahan itu dibebankan kepadaku.

Lalu aku mengikuti gathering pertama jurusanku dengan kondisi psikis yang masih sangat trauma dan sedih, terpaksa harus berkumpul dengan banyak orang dan memakai topeng itu lagi. Mana mungkin aku menampilkan kesedihan di hari pertama bertemu teman baru?

Sejak hari itu aku tidak pulang lagi untuk beberapa minggu, bahkan mungkin sampai 3 bulan.
Aku sangat tak bersemangat menjalani masa perkuliahanku. Bahkan sampai beberapa minggu setelah hari itu ia tak pernah menanyakan kabarku.
Bahkan hingga beberapa waktu sebelum aku melanjutkan tulisan ini, ia masih amat sangat jarang menanyakan kabarku. hampir tidak pernah, atau mungkin bisa dihitung dengan jari, tapi sayang aku rasa aku tidak ingat lagi.

Adalah sesuatu yang berat bagi maba sepetiku untuk menjalani semuanya sendiri, tanpa support dari keluarga, tak memiliki teman kos yang sejurusan, teman-teman kuliah yang sangat individualis, ambisius, egois, dan hedon, meskipun tidak semuanya seperti itu, tapi mostly of them were.
Masih ingat sekali hampir setiap malam aku menangis, dan memohon bantuan dari-Nya.

Hingga lambat laun, harapan itu datang.
Puji Tuhan aku dipertemukan dengan seseorang yang baik, kini menjadi salah satu sahabatku.
Orang pertama dan satu-satunya yang mendengarkan ceritaku saat itu.
Yang mengenalkanku pada hidup yang lebih baik.

Masih ingat sekali saat itu, saat belajar untuk pretes histologi di lantai 6. dia mengajarkanku suatu hal yang sangat berharga untukku. Disaat aku mulai menerima-Nya untuk hadir di hidupku.
Memang jalannya tidak semulus lantai rumahmu, tapi perlahan tapi pasti, hidupku mulai berubah.
Aku meminta-Nya untuk masuk ke dalam hidupku, Ia pun mengetuk pintu hatiku dan aku membukanya, mempersilahkan-Nya untuk masuk dan tinggal di dalam ku. Disitu pula aku menceritakan semua keluh kesahku, semua rasa bersalahku, dan harapanku untuk memperbaiki semuanya.

Setiap kali aku merasa sendiri, aku selalu ingat bahwa kini aku punya Dia di dalam hatiku. Tak pernah pergi dan membiarkan aku sendiri walau sedetik pun. Sungguh, apapun yang aku lakukan, aku merasa melakukan semuanya bersama-Nya. makan bersama-Nya, ke kampus bersama-Nya, menikmati mati lampu di kos bersama-Nya. Sebenarnya susah untuk kujelaskan bagaimana rasanya, tapi ada sense of feeling aku sudah menjadi satu dengan Dia.
Memang aku bukan anak yang alim-alim banget, yang berdoa setiap hari, yang baca Alkitab setiap hari, yang selalu ingat akan Dia. Aku hanya anak biasa seperti pada umumnya yang juga sering lalai, lupa, berbuat salah, berkata tak baik, dan berpikir tak benar.

Tapi semakin hari berlalu, aku ingin semakin menjadi baik. Ingin semakin menjadi layak di hadapan-Nya. Ingin mengalami bahagia oleh karena-Nya.

Bahkan, bukannya memperbaiki diriku, Ia memberikan kepadaku hidup yang baru, yang masih utuh sperti pada mulanya.

Sering, beberapa kali aku menjadi ragu dan khawatir, serta hampir lepas dari apa yang telah aku dapatkan ini. Tapi Tuhan selalu punya cara untuk mendapatkan aku kembali. entah lewat cara-cara yang tak terduga, dengan mempertemukan aku dengan orang-orang yang tak pernah kusangka sebelumnya. Dan banyak hal hal lain.

Kini aku sedang perjalananku melunakkan hatiku yang sangat keras dulunya.
Aku mulai belajar untuk menerima dan memaafkan.
Jujur, memaafkan.... adalah hal yang sangat sulit.... sulit sekali bagiku... setiap kali aku berusaha untuk memafkan kejadian2 itu, selalu ada saja rasa sakit yang baru, mereka menyakitiku lagi dan lagi. sehingga sudah puluhan kali bahkan ratusan kali pertahananku runtuh dan aku jatuh dalam kesesakan lagi.

Sekarang, aku semakin dewasa.. semakin mengerti dan memahami.. dan aku pun sudah melihat ada harapan untuk perubahan dari diri mereka, meski belum begitu terlihat. tapi aku yakin aku bisa mendapat kebahagiaan itu dari mereka.

Hatiku pun mulai berubah. dari yang awalnya tak pernah mau berada dalam satu ruangan dengannya, tak pernah mau berbicara dan menatap wajahnya. Kini aku telah memajang fotonya di kamarku, agar setiap kali aku kangen tapi tapi bisa mengungkapkannya aku bisa melihat wajahnya.
Hal yang tak terduga pun terjadi beberapa saat yang lalu. Aku sudah bilang kalau aku enggan berbicara dengannya, itu karena apapun yang aku katakana  baginya selalu dianggap remeh dan selalu disalahkan. Tapi, saat itu dengan tanpa keraguan apapun aku mengirim pesan kepadanya bahwa au ingin menelponnya. dan untuk pertama kalinya... ya pertama kalinya setelah sekian tahun lamanya aku tak pernah menelpon nya, bahkan kalau ia yang menelponku pun aku enggan bicara, kini aku yang ingin menelponnya duluan.

Dia pun yang mennjawab panggilan itu langsung kaget. yang pertama kali ia tanyakan adalah "kenapa? halo halo Na, pie kenapa?" dengan nada yang sangat amat khawatir.

dia pasti sangat cemas. aku yang bahkan tak prnah meneleponnya tiba2 minta telepon sehingga dia pasti mengira ada sesuatu yang buruk dan gawat sedang terjadi kepadaku.

Tapi sungguh hari itu adalah sesuatu yang berharga bagiku. Dan sekarang aku mengerti bahwa setiap hal yang terjadi padaku, pasti ada rencana yang telah Tuhan siapkan untukku.
Aku sungguh amat sangat bahagia hari itu. tak ternilai.

Sebenarnya ada banyak hal lain yang ingin kuceritakan. Tapi kayaknya aku udah nulis terlalu banyak untuk hari ini. dan gaya bahasa penulisanku juga udah sangat berubah dari sebelumnya. wkwk semoga jadi lebih baik :)

I do hope everything will be better soon.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sinopsis Film Guruku Boyolali

Kiss The Rain versi Indonesia

Percobaan Massa Jenis