Petualangan Jaka


           Di sebuah perkampungan nelayan tinggalah seorang pemuda bernama Jaka. Jaka tinggal sendirian di rumahnya yang sangat sederhana. Ia menjadi yatim piatu setelah kedua orang tuanya tertimpa bencana saat bekerja. Sekarang Jaka harus mencukupi kebutuhan makan minumnya sendiri. “Bintang pertama sudah nampak, sebaiknya aku segera mengambil jala milik ayah dan pergi melaut.”, ujar Jaka lalu pergilah ia melaut. Pagi harinya Jaka pulang dengan hasil yang tidak seberapa. Sebagian dari ikan hasil tangkapannya ia jual kepada pengepul dan yang sebagian lagi ia simpan sebagi persediaan makanan. Meskipun penghasilan Jaka tidak memuaskan tetapi Jaka selalu ringan tangan dalam melakukan pekerjaannnya.
 
            Bertahun tahun telah berlalu namun kehidupan Jaka tak kunjung membaik malah semakin buruk saja. Suatu ketika Jaka berniat untuk melaut dan tidak kembali sebelum ia memperoleh hasil yang berlimpah berharap kehidupannya akan lebih baik. Iapun terpaksa meminjam sebuah kapal kecil milik saudagar kaya di kampungnya karena perahu miliknya sudah tidak layak untuk berlayar. Perjalanan Jaka dimulai. Ia menyalakan mesin kapal dan bergegas pergi. Di tengah laut ia menebar jala dan memasang umpan di setiap mata kail. Setelah menunggu seharian, satu persatu pancing ia tarik dan jala yang ia tebar ia angkat. Tetapi tak satupun ikan menyentuh umpannya. “Ke mana ikan-ikan ini, kenapa tak satupun ikan mau mendekati umpanku?”, ungkap Jaka kesal.

           Berhari-hari Jaka melaut. Persediaan makanannya juga semakin menipis. Tetapi Jaka tidak berhasil untuk menangkap ikan. Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke rumah. Jaka berkata, “Ya sudahlah mungkin saat ini aku memang belum beruntung.”. Saat bintang-bintang mulai bertaburan di langit, angin berhembus sangat kencang dan petirpun tak henti-hentinya menyambar. Timbulah ombak besar dan menghantam kapal yang ditumpangi Jaka. Jaka pun tenggelam bersama kapalnya. “Uduh…uhuk uhuk uhuk badanku sakit sekali. Apa yang yang terjadi padaku dan mengapa aku ada di sini?” ujar Jaka sambil memandangi sekelilingnya. Ia melihat bahwa ia telah terdampar di pantai yang sangat indah.

            Jaka berkata lagi, “Pantai ini sangat dan indah dan bening, tetapi mengapa tak sebatang hidung pun terlihat di sini?”. Tiba-tiba terdengar suara, ”Jaka…Jaka… sedang apa kamu ada di sini? Pergilah segera!”. Bukannya takut, Jaka malah menjadi penasaran. Ia mengikuti asal suara itu. Tak lama kemudian, ia sampai di suatu tempat yang luas dan dilihatnya sebuah istana megah yang betaburkan permata- permata besar. Saat Jaka hendak masuk ke dalam istana yang tidak berpenjaga itu terdengar suara lagi, “Jaka berhentilah! Jangan kamu masuk ke dalam istana itu! Berbahaya untukmu Jaka.”. Tetapi Jaka menjawab, “Siapa kamu dan mengapa dari tadi kamu berusaha untuk mengusirku?”. Suara yang tadi kembali terdengar, “Aku adalah ibumu. Tetapi kamu tidak dapat melihatku untuk saat  ini. Istana itu adalah milik Maraga, makhluk yang sangat kejam. Jika kamu tidak hati-hati maka kamu akan menjadi seperti ibu dan tidak bisa menyelamatkan aku dan ayahmu.”

            “Jadi selama ini ayah dan ibu masih hidup? Kalau begitu akan kuselamatkan ayah dan ibu. Tetapi bagaimana caranya?” balas Jaka. “ Kau harus masuk ke istana itu melaui pintu samping dan menuju halaman belakang. Karena pintu utama telah diberi mantera oleh Maraga. Di halaman belakang itu terdapat sebuah kolam besar yang airnya sangat jernih dan dingin. Menyelamlah ke dalamnya dan di sana kamu akan menemukan sebuah kerang raksasa lalu ambilah mutiara ungu di dalamnya!” kata ibu Jaka. “Baiklah jika harus begitu.” ujar Jaka. Iapun melakukan apa yang diperintahkan oleh ibunya. Saat melakoninya Jaka mendapat sebuah halangan yaitu banyaknya gerombolan kepiting di sekitar kerang yang susah sekali untuk dibuka itu. Jaka akhirnya berhasil dan kembali ke permukaan. “Ibu mutiaranya sudah kudapatkan. Sekarang apa yang harus aku lakukan?”, tanya Jaka. Ibupun menjawab, “Tumbuklah mutiara itu supaya menjadi halus seperti bubuk. Lalu masuklah ke dalam ruangan Maraga dan taburkanlah bubuk mutiara ini ke tubuhnya. Tetapi berhati-hatilah karena Maraga mempunyai kekuatan sihir.”

            Jaka masuk ke ruangan Maraga dengan memanjat dinding istana, karena tak ada pintu masuk ke sana. Anehnya setelah ia masuk ke dalam istana, ia tidak melihat ada seorang pun. Saat Jaka berjalan ke arah singgasana Maraga, tiba-tiba keluar Maraga dan pasukannya dari balik singgasana Maraga. “Hei pemuda apa yang kamu lakukan di sini? Seenaknya saja kamu menyentuh singgasanaku.”, sentak Maraga kepada Jaka. Jaka pun menjawab, “Namaku adalah Jaka. Aku datang dari negeri seberang untuk menawarkan serbuk ajaib padamu. Serbuk ini akan membuatmu menjadi sangat kuat.”. Maraga dengan mudahnya terkecoh dengan jebakan Jaka. Karena memang selama ini Maraga jarang bergaul. Maraga bertanya kepada Jaka, “Baiklah, kelihatannya tawaranmu itu menarik! Kalau begitu,berapa imbalan yang kau inginkan untuk sekantong serbuk itu?”. Jaka membalas pertanyaan Maraga, “serbuk itu kuhargai dengan separuh dari wilayah istanamu. Dan ingatlah, jika ingin kekuatanmu bertambah taburkanlah segenggam serbuk itu di tubuhmu!”.

            Maraga segera membeli serbuk milik Jaka dan sebagai gantinya separuh dari istana Maraga telah diberikan kepada Jaka. Maraga yang tidak sabaran itu langsung menumpahkan semua serbuk itu ke  kepalanya. Tak lama badan Maraga pun membesar dengan tidak teratur. Bagian kepala Maraga Menjadi sangat besar dibanding bagian tubuh lainnya. Maraga jatuh tersungkur di tanah dan badannya kembali mengecil. Pada akhirnya Maraga mati dan semua orang yang telah menjadi tembus pandang karena mantera Maraga sedikit demi sedikit mulai kelihatan, termasuk ayah dan ibu Jaka. Jaka yang melihat ayah ibunya menangis bahagia karena selama ini ia berpikir orang tua mereka telah tiada.

Semua orang saling membantu membuat kapal untuk pulang ke daerah asal mereka. Tak lupa, bongkahan permata yang tertabur di istana juga mereka bawa pulang. Sesampainya di rumah, mereka merenovasi kediamannya menjadi rumah-rumah mewah serta membeli keperluan untuk modal usaha baru. Tetapi mereka tidak pernah sombong dan selalu hidup rukun. Begitu juga dengan keluarga Jaka. Mereka memutuskan untuk pindah ke kota dan hidup bahagia di sana. Keluarga mereka juga bertambah ramai karena ibu melahirkan seorang adik perempuan yang lucu bagi Jaka. Dan Jaka sudah mendapatkan pendamping hidupnya.

SELESAI

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sinopsis Film Guruku Boyolali

Kiss The Rain versi Indonesia

Percobaan Massa Jenis