Naskah Drama Gak Genah

Saat jam istirahat pertama, Hanif dan Candra menggoda Vindy. Karena gosipnya Giri suka dengannya.
Hanif                 : (bercanda/bermain dengan candra seperti biasanya) “Vindy, Vin… ada gossip lho…”
Vindy                    : (menata buku lalu menoleh ke arah Candra & Hanif)
Candra                  : “Vin, Giri seneng ma kamu…”
Vindy                    : (terkejut & heran namun tidak berlebihan) “Haa?”
Hanif                     : “iya, beneran vin. Giri seneng ma kamu.”
Vindy                    : (tersenyum miris) “Eh, eh, bentar… Eh, maksud kalian apa?”
Candra              : (menunjuk ke arah Giri) “Wah, gak percoyo ki. Buktine tanyakno ma Giri langsung.”

Mereka bertiga menoleh ke arah Giri. Dan terlihat giri sedang asyik bermain pulpen.
Vindy                    : (marah) “…. Woi, kalian itu! Jangan bikin aku marah ya!”
Hanif                     : “Lha, kenyataannya Giri beneran suka kamu kok.”

Datanglah Tamara yang membawa makanan dari kantin.
Tamara                 : (berlagak bijaksana lalu duduk di bangkunya) “Kalian itu buang-buang waktu        saja.   Mendingan ngapa gitu kek, yang ada manfaatnya. Emangnya ini pada ngeributin apa sih?”
Candra                  : “Ini… gosipnya Vindy disukai sama Giri.”
Tamara                  : (tersenyum seakan tidak percaya) “Walah… beneran, Vin? Eciiee… PJ PJ PJ!”
Vindy                    : (marah) “Pe-Ja Pe-Je Pe-Ja Pe-Je! Emang aku dah jadian!”

Suasana saat itu semakin gaduh dengan kedatangan Tamara yang ternyata malah ikut berdebat tentang gossip terbaru itu. Namun di tengah keramaian…
Giri                     : (bermain pulpen yang ia bayangkan sebagai pesawat mainan) “ngiing… wiuu           wiuw wiuw….”
V,H,T,C               : (menghentikan pembicaraan sejenak dan menoleh ke arah Giri yang sibuk bermain) “Ealah… ckckck”
Giri                      : (bingung karena teman-teman terus melihatnya) “Ehm… ada apa? Kok diam?”
Hanif                   : “kamu gak tau yang kami bicarain tadi ya?”
Giri                      : “lha emang kalian mbicarain apa?”
Candra                 : “Herek…”
Tamara                : “kami semua mbicarain kamu, kamu ga nyadar?”
Giri                  : (bermain pulpen lagi) “oalah… kok seneng banget sih mbicarain orang lain? Mending kayak Vina tuh, kalem.”

Vina yang sedang membaca buku menoleh ke arah Giri. Ia tak tau apa yang sedang mereka bicarakan.
Tamara                 : (sebal) “Giri… Giri… sebagai rival terberatku sejak masuk di kelas ini, mbok ya     kamu jadi orang itu jangan cuek banget”
Giri                      : (marah) “Lha aku harus gimana? Suka suka aku dong. Ngapain kamu ngatur-ngatur aku!”
Vindy                  : “eh, Giri, kok kayaknya sikapmu hari ini beda banget tho? Jadi agak… em pemarah gitu.”
Giri                  : (hening sejenak dan menunduk lalu memandang Vindy) “lha Tamara itu. Kebanyakan ngatur aku. Emang dia siapaku!”
                                (meninggalkan kelas)
Tamara             : (sebal, meletakan buku PKn-nya di meja dengan agak keras) “alah… Giri ki. Gitu aja marah…”
Jam istirahat pertama pun selesai.

Jam istirahat kedua…
Candra, teman baik Giri dan Hanif,  menjadi heran karena sejak tadi pagi Giri hanya bermain-main dengan pulpennya. Saat Giri dan Hanif pergi ke kantin sedangkan Vindy dan Tamara lagi sibuk ngrumpi dan Vina hanya duduk dan membolak-balik bukunya, Candra menghampiri bangku Giri dan mengambil pulpen yang mencurigakan itu. Ia menggunakannya untuk bermain-main.
Tamara                 : (curhat kepada Vindy) “sebenarnya ya, Vin. Aku itu suka sama Giri. Aku kagum sama Giri. Tapi kenapa dia begitu egois…”
Vindy                      : (kaget) “Haa… beneran Tam?”
Tamara                    : (mengangguk) “em… iya..”
Candra                : (melihat keadaan sekitar lalu menuju bangku Giri dan mengambil pulpen di dusgrip Giri) “mainan ah..”

Tiba-tiba pulpen itu rusak.
Candra                   : (khawatir) “duh, rusak… gimana ini?”
Vina                       : (terkejut melihat Candra yang telah merusak pulpen kesayangan Giri)

Terlihat Giri dan Hanif datang sambil mengobrol.
Candra                   : (mengambil pulpen itu dan membawanya ke bangkunya) “Duh, gawat…”
Giri                        : “Nif, aku punya pulpen baru. Oleh-oleh sepupuku dari Bali.”
Hanif                     : “apa? Pulpen yang kayak gimana? Aku nonton…”
Giri                        : (membuka tasnya) “oke.”
Giri                 : (Giri tidak menemukan pulpen itu di tasya dan menjadi panik) “lhoh… lhoh…lhoh…”
Hanif                     : “ngapa, Gir?”
Giri                  : (mencari di laci berkata dengan intonasi biasa) “Lhoh, Nif, kok pulpenku nggak ada?”

Giri kebingungan. Benda yan ia cari sudah tidak ada lagi.
Giri                       : (mengeluarkan isi dusgrip mengatakan hal yg sama dengan intonasi panik) “lhoh,  Nif, kok pulpenku nggak ada?
Hanif                     : (sinis) “Yo aku juga nggak tau. Emangnya tadi kamu naruhnya dimana?”
Giri                        : “Ya di dusgriplah.”
Hanif                     : (sebal) “ck… terus kenapa kamu ga nyari di dusgripmu!”
Giri                    : (diam sejenak, lalu duduk dan mengambil dusgrip dari lacinya secara perlahan) “Oh, iya deng. Nah…”

Saat dusgrip itu dibuka, pulpennya juga tidak ada di situ. Giri menjadi sangat geram. Tanpa pikir panjang, ia langsung menuduh Tamara yang mencuri pulpennya.
Giri                         : (emosi) “Tamara! Kamu yang ngambil pulpenku kan!”
Tamara                 : (mengelak & marah) “Eh, enak aja. Ngapain juga aku nyuri punyamu. Aku jugas udah punya pulpen sendiri tahu!”
Giri                      : “sudah ngaku aja. Ahs… Kalau yang namanya pencuri itu pasti nggak mau ngaku.”
Tamara                 : (menghembuskan nafas dan menatap Vindy) “Vin…”
Vindy          : (membela Tamara) “Gir, kamu jangan gegabah gitu deh. Cari tahu dulu dong kebenarannya!”
Giri                      : “palingan yang ngambil juga Tamara.”
Tamara                 : (marah) “Hei!jangan asal nuduh dong!”
Hanif               : “Sabar, Gir. Belum tentu Tamara yang nyuri pulpenmu. Lagi pula kan itu cuma sebuah pulpen. Apa kamu lebih milih pulpen ketimbang temanmu sendiri?”

Vina, yang mengetahui dengan pasti kejadian aslinya menjadi sangat galau. Ia memegang erat mejanya karena tidak tahan dengan kelakuan teman-temannya yang saling menuduh tanpa bukti. Candra juga semakin deg-degan.
Candra                  : (hendak menanyakan soal PKn namun tidak jadi sebab melihat Vina yang sangat tegang memperhatikan keributan) “Vin, ak…”
Vina                       : (pandangannya tertuju pada perdebatan dan memegang erat mejanya)
Namun vina  tidak berani mengungkapkan kejadian yang sebenarnya, sebab jika mereka tahu maka mereka pasti akan memojokkan Candra. Vinapun hanya bisa menghela nafas panjang  menghadapi situasi itu dan bergegas pergi ke tempat lain untuk menenangkan diri.
Vina                       : (menghela nafas panjang sesudah itu ia pergi dengan perasaan sedih)
Candra                   : “Eh, mau kemana?”
Vina                       : (berhenti dan menoleh ke Candra, lalu kembali berjalan keluar)

Candra merasa paling bersalah dalam kejadian itu, namun ia juga tidak berani untuk mengakui kebenarannya. Dengan berat hati ia menyelipkan pulpen itu di buku di laci milik Vina tanpa sepengetahuan teman-temannya dan kemudian juga pergi dari tempat itu.

Perang sengit antara giri dan tamara akhirnya dapat direda oleh Vindy dan Hanif. Mereka juga berencana untuk membantu Giri menemukan pulpen itu. Tetapi Giri dan Tamara tetap bermusuhan walau sudah berjabat tangan. Mereka tidak mengobrol sama sekali sesudah peristiwa itu selain bertengkar. Tamara pun akhirnya juga tidak tahan dan tidak suka jika terus-terusan marahan dengan Giri.
Vindy                      : “Nif, mendingan sekarang kita nyari pulpennya dulu deh”
Hanif                       : “Ayo…”
V & H                     : (pergi mencari pulpen itu)
Tamara                 : (menghampiri meja Giri dan meletakkan sebuah pena dengan agaka keras) “nih, kamu mau pulpen kan!”
Giri                         : “Kamu itu ngapa?”
Tamara                   : “Hanya agar kamu percaya denganku.”
Giri                         : (membuang pulpen itu) “huh… dasar perusak”
Tamara             : (mengambil dusgripnya dan menggeledahnya di atas meja Giri) “Coba cari pulpenmu di sini!”
Giri                         : “Kamu itu ngapa?”
Tamara                    : “Hanya agar kamu percaya denganku.”
Giri                         : (memukul meja) “huh… dasar pencuri”
Tamara             : (mengambil tas dan mengosongkannya di atas meja Giri)“Silahkan, cari aja sepuasmu. Jika sampai kamu menemukan pulpenmu di sini, aku mau mengerjakan semua tugas piketmu selama sebulan.”
Giri                         : “Kamu itu ngapa?”
Tamara                    : “Hanya agar kamu percaya denganku”
Giri                         : (mendorong meja) “huh… dasar…”

Tamara sedih, ternyata orang yang ia kagumi selama ini memiliki egoisme yang tinggi. Lalu datanglah Vindy dan Hanif dengan tangan kosong.
Vindy                    : “Kami sudah mencari kemana-kemana. Tapi tak ketemu”
Hanif                     : “Capek aku…”
Giri                       : (semakin murung)
Vindy                    : “Nif ayo kita cari di sekitar sini!”
V & H                   : (mencari di meja dan laci satu persatu)

Saat Hanif merogoh laci meja Vina, ia menemukan sebuah buku dan kelihatannya ada suatu benda tersisip di dalamnya. Hanif menemukan sebuah pulpen dan memanggil Vindy. Vindy sangat yakin kalau itu pulpen yang dimaksud Giri.
Hanif                     : (merogoh laci dan menemukan sesuatu) “Lho, bukannya ini milk Giri?”
                                (memanggil Vindy) “Vin, lihat! Ini pulpennya Giri bukan.”
Vindy                    : “Yup… ini pasti pulpennya Giri.”
Hanif                     : (agak berteriak) “berarti… Vinalah pencurinya”
Semuanya tercengang dan tidak percaya dengan opini itu.
Tamara                 : “ta... tapi… tapi itu tidak mungkin.”
Hanif                : “aku sebenarnya juga nggak percaya. Tapi kalau tidak, kok pulpen ini bisa ada di lacinya!”

Tiba-tiba Vina datang. Hanif, yang pertama menemukan pulpen itu marah kepada Vina. Ia menuduhnya sebagai pencuri dan perusak barang orang. Teman-teman yang lain pun ikut menyalahkan Vina. Tapi anak itu hanya bisa terdiam, tak mengerti apa-apa.
Vina                       : (datang sambil menggumam)
Hanif                     : “Hey, Vin, aku ga nyangka kamu bisa ngelakuin ini!”
Vindy                    : “aku juga ga pernah menduga kamu berbuat kayak gini.”
Tamara                : “meskipun menurutmu ini Cuma hal kecil. Tapi masalah yang ditimbulkan bisa jadi sangat besar. Lihat Giri yang sekarang”
Giri                         : (duduk menunduk sambil menepuk kepalanya)
Vina                        : (bingung) “emm… mak.. maksud.. maksud kalian app.. apa?”
Lalu munculah Candra dari belakang Vina. Ia berpura-pura tidak mengetahui perkara ini.
Candra                   : “Ada apa ini? Kok ribut?”

Tidak ada yang menjawab pertanyaan itu. Jam istirahat selesai. Satu persatu dari mereka meninggalkan Vina dan Candra.
Candra                   : “Ada apa tho ini?”
Vina                       : (menggelengkan kepala dan berjalan menuju bangkunya)
Candra                   : (ia bimbang dan menggaruk-garuk kepalanya)

Sepulang sekolah…
Vina ingin pulang bersama dengan teman-temannya. Ia menuju ke gerombolan teman yang sedang mengobrol dan saling bercanda itu. Terdengarlah mereka sedang membicarakan tentang kejadian hari itu. Tentang rusak dan hilangnya pulpen milik Giri. Tapi mereka malah pergi mejauh tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Vindy                    : (tak percaya) “beneran deh. Aku tak percaya kalau Vina adalah seorang pencuri.”
Hanif                    : “he’em”
Candra                  : (berusaha mengalihkan perhatian dia mulai menyanyi perlahan)
Giri                         : (tidak memperdulikan masalah itu lagi dan kembali bermain dengan pulpennya) “ngiing… wiuw wiuw wiuw…”
Tamara                  : “iya juga sih, Vin. Tapi karena Vina, aku tadi jadi bermusuhan dengan Giri.”
Candra                  : (suaranya bertambah keras)
V, H, T                  : (menghentak Candra) “Candra!”
Candra                  : (berhenti bernyanyi) “Hem… apa?”
Vina                       : (menghampiri mereka, pembicaraannya tersendat karena teman-temannya memandanginya) “Teman-teman, boleh aku ikut pu…”
V,C,H,G,T                 : (memandang Vina dengan sinis)
Vina                           : (meneguk air liur) “…lang?”
V,C,H,G,T            : (ada yang duduk, menyandarkan diri dan sebagainya sambil menghembuskan nafas berkata pelan) “hah…”
Vina                       : (mundur beberapa langkah secara perlahan sambil menatap mereka semua)

Vina saat itu ragu jika teman-teman mau menerimanya. Bahkan semakin tertekan karena ia terjebak dalam kebohongan. Sementara Vindy, Giri, Hanif, Candra dan Tamara malah merenung.
Tamara                    : (berkata pelan) “temen-temen…”
Vy,Va,G, H, C         : (menoleh ke Tamara) “Iya.”
Tamara                    : “aku ingin… nggak jadi deng.”
Vindy                      : “Yah, aku kira apa.”

Lalu terdengar suara,
“dokk…”
Candra                 : (menggedok meja) “dah lah! Aku ngaku! Aku yang ngrusak pulpennya Giri. Puas!”

Teman-temanya tercengang mendengar pengakuan itu. Mereka tidak menyangka itu adalah perbuatan Candra. Lalu…
Hani            : (agak keras) “Ah… bohong. Gak mungkin, Can. Pasti bukan kamu! Teman-teman jangan percaya! Dah, Can, jangan bohong. Pokoknya akulah yang salah.”
Candra              : (tidak percaya) “Horok, maksudmu?”
Hanif                : (nada tinggi dan sangat menyesal) “sebenarnya aku lah yang merusak pulpennya Giri. Aku iri dengannya. Aku menginginkan pulpen itu! Aku melakukannya sebelum Candra yang mengambilnya…”
Tamara & Giri           : (wajah kecewa dan kesal dengan Hanif) “Oh… jadi gitu!”
Hanif                         : (mengangguk)
Vindy                    : “eh, tunggu tunggu. Aku juga ingin bilang sesuatu. Aku rasa aku juga bersalah dalam kejadian ini.”
Candra                       : “kok bisa? Apa hubunganmu dengan kejadian ini?”
Vindy                      : “aku merasa, aku terlalu sering pamer tentang segala kepunyaanku kepada Hanif. Dan mungkin itu yang menyebabkan Hanif merasa iri. Tetapi ia malah mengungkapkannya dengan merusak pulpen Giri. Aku minta maaf.”

Vina hanya bisa terdiam keheranan dengan kelakuan teman-temannya. Suasana menjadi hening dan mereka menatap satu sama lain. Parahnya…
Giri                         : (tertawa) “hahahaha… Can, Nif, sudah ya… hahaha”
Candra & Hanif  : (ikut tertawa) “hahaha…”
 Vindy, Tamara dan Vina keheranan. Mereka bertiga memang selalu begitu. Sikapnya berubah-ubah dan sulit ditebak.
Tamara                      : “eh, eh, kok malah tertawa sih?”
Candra                      : (tersenyum) “lha menurutmu?”
Giri                         : (mencoba berhenti tertawa) “Teman-teman, boleh nggak kalau gentian aku yang bikin pengakuan?”
Tamara, Vindy          : “apa?”
Giri                         : “sebenarnya aku tidak benar-benar marah. Aku hanya ingin menguji kalian saja. Hanya itu. Hahaha…”
Vindy, Tamara          : (tersenyum) “Girii!”
Giri                           : “kok cuma aku. Lha Candra ma Hanif?”
Vindy, Tamara, Hanif, Candra dan Giri akhirnya tertawa bersama.

Vina                          : (menghampiri mereka) “Dan ternyata, itu semua hanya acting…”

Mereka berenam berbaris memanjang menghadap penonton. 3 putra di sebelah kiri, dan 3 putri di sebelah kanan.
Vindy              : “Dengan kebohongan dan ketidakpercayaan dengan teman, akan membuat perpecahan di antara kita.”
Tamara            : “Namun dengan kejujuran, segalanya akan terselesaikan dan membawa kebahagiaan.”
Giri               : “Kawan jangan terburu-buru dalam menilai orang. Karena sifat seseorang tidak selalu Nampak dari yang terlihat.”
Candra            : “Dan ternyata, kejadian hari ini hanyalah acting belaka.”
Hanif            : “Inilah akhir dari sandiwara ini. Semoga dapat berguna. Mohon maaf bila ada kesalahan dan saya ucapkan terima kasih.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sinopsis Film Guruku Boyolali

Kiss The Rain versi Indonesia

Percobaan Massa Jenis